· Reading time: 3 minutes.

Untaian Hikmah dalam Sirah Nabawiyyah

By Risyad Rais

Selama ini siroh Nabi hanya terkesan sebagai sekumpulan kisah dan cerita tentang perjalanan hidup Nabi Muhammad -shallallahu ‘alaihi wa sallam- yang setelah diketahui dibiarkan begitu saja.

Namun, bila diperhatikan Siroh Nabi Muhammad -shallallahu ‘alaihi wa sallam- mempunyai peranan penting dalam perjalanan hidup manusia.

Siroh Nabawiyyah sebagai perantara untuk memperkuat iman

Salah satu cara untuk memperkuat iman adalah mempelajari Siroh Nabawiyyah. Anda akan menemukannya saat mempelajari keagungan lembaran-lembaran kehidupannya betapa beliau adalah manusia terbaik yang pernah menginjakkan kakinya di bumi ini. Dan hal itu seharusnya lebih dari cukup untuk meyakinkan manusia manapun yang pernah mempelajarinya bahwasanya seorang Rasulullah -shallallahu ‘alaihi wa sallam- tidak akan mungkin berdusta dalam menyampaikan amanah Islam yang diembankan Allah –Subhaanahu wa ta’ala- kepada beliau.

Oleh karena itu imam Ibnul Qoyyim –rahimahullah- menyimpulkan pentingnya mempelajari Siroh Nabawiyyah bagi orang-orang yang sangat mengharapkan keselamatan dan kebahagiaan dalam dirinya.

Siroh Nabi Muhammad -shallallahu ‘alaihi wa sallam- sebagai panduan hidup

لقد كان لكم في رسول الله أسوة حسنة لمن كان يرجـو الله واليـوم الآخر

“Sungguh dalam diri Rasulullah -shallallahu ‘alaihi wa sallam- terdapat pedoman yang baik bagi orang-orang yang mengharapkan ridha Allah dan mengharapkan kebaikan akhirat” (QS Al-Ahzaab: 21)

Cerita-cerita dalam Siroh Nabawiyyah mencakup segala aspek kehidupan. Diceritakan di sana tentang sosok manusia yang terkenal dengan kejujurannya, kesabaran dan ketekunannya dalam menggembala, dan kesuksesannya dalam berdagang sebelum diangkat menjadi seorang Nabi dan Rasul.

Terlihat pula bahwa beliau -shallallahu ‘alaihi wa sallam- adalah seorang sosok pemimpin yang ideal. Seorang pemimpin yang tangguh dan dicintai rakyatnya. Seorang pemimpin yang berhasil mengatur negara dan mempersatukan masyarakat dalam satu wadah islam.

Tidak hanya pada urusan dunia, beliau adalah seorang pemimpin spiritual yang berhasil menuntun pengikut beliau menjadi manusia yang benar-benar mengesakan Allah –Subhaanahu wa Ta’aala- dan menjunjung tinggi nilai-nilai keagamaan. Beliau telah berhasil mengubah bangsa yang saat itu terkenal dengan kejahiliyyahannya, bangsa pagan penyembah berhala yang hidup tanpa aturan beragama, bangsa yang saat itu penuh perpecahan dan peperangan antar suku, menjadi sebuah bangsa yang teratur dan bersatu, bangsa yang menjalankan perintah agama dengan penuh kesadaran dari dalam diri mereka, dan menjadikan ilmu sebagai dasar seluruh perbuatan mereka. Beliau -shallallahu ‘alaihi wa sallam- adalah contoh terbaik, dan perjalanan dakwah beliau adalah motivasi yang hebat untuk para da’i. Motivasi yang harus mereka pelajari agar tidak pernah putus semangat mereka dalam berdakwah di jalan Allah.

Oleh karena itu, sangat tidak berlebihan jika ada seseorang yang mengatakan bahwa “Siroh Nabawiyyah adalah panduan hidup yang terbaik.” Berdasarkan pada salah satu ayat pada Al-Qur’an yang berbunyi:

وإِنك لعلـى خلق عـظيـم

“Dan sesungguhnya engkau (Muhammad) berada di atas budi pekerti yang agung” (QS Al-Qolam: 4)

Dengan ini, jelaslah bahwa tuntunan hidup yang ideal adalah lembaran kehidupan Nabi -shallallahu ‘alaihi wa sallam-.

Namun, saat ada seseorang yang mempelajari siroh nabawiyyah dan berusaha menerapkannya pada zaman ini demi mempersatukan dan memperbaiki moral ummat, sebagian orang tidak menyukainya dan menyatakan bahwa cara seperti itu akan manghasilkan manusia yang terbelakang dan primitif.

Saatnya kita merenung. Benarkah menjadikan siroh nabawiyyah sebagai tuntunan hidup hanya menghasilkan manusia primitif? Atau akan lebih jelas lagi jika pernyataan di atas berbunyi: Apakah dengan mempelajari dan menerapkan islam yang ada pada zaman Rasulullah -shallallahu ‘alaihi wa sallam- justru mempersempit gerak umat islam, sehingga bukannya kemajuan dan persatuan yang didapat, tapi justru keterpurukan dan kemunduran?

Renungan di atas tak akan pernah terjawab tanpa ada gerakan untuk mempelajari sejarah kehidupan Nabi yang mulia ini, dan mulai menyadari betapa manusia sedang mengalami kemunduran dan keterpurukan. Keterpurukan yang sama seperti yang terjadi pada zaman jahiliyyah.

Perlu diketahui, ilmuwan barat pun banyak yang mengakui kehebatan lenbaran-lembaran hidup Nabi yang mulia ini dan mempelajarinya. Bahkan ada pula yang menerapkannya dalam kehidupan dunia mereka. Kemudian, dimanakah kaum muslimin yang seharusnya lebih bisa, bahkan berkewajiban untuk menerapkannya?

Referensi: Min Asbabi Ziyadatil Iman wa Nuqshonihi oleh syeikh Abdur Razzaq bin Abdul Muhsin Al Badr dan Sirah An Nabawiyah oleh Mushthofa Syiba’i

(Artikel ini pertama kali dimuat di Website Pesantren Islam Al-Irsyad link. Yang kemudian diambil dan disadur kembali.)