· Reading time: 2 minutes.

Oh, Manusia(wi)

By Risyad Rais

Nah, saking berantakannya isi kepala sampai bingung mau mulai nulis dari mana. Intinya, dalam memproses sesuatu yang baru, manusia mulai menuliskan sendiri fungsi untuk memproses hal tersebut dan menyimpannya untuk kembali digunakan saat menemukan kondisi yang sama. Gampangannya, setiap manusia terlahir mempunyai bakat dasar untuk jadi progarammer (kesimpulan ngawur).

kalo kata orang Arab, dengan contoh, maka lebih jelaslah sebuah pernyataan.

Misal, kita belum bisa penjumlahan. Kemudian dihadapkan dengan kasus penjumlahan untuk pertama kalinya. Secara nalar otak kita akan membentuk sebuah fungsi yang mungkin jika diterjemahkan dalam pseudocode akan jadi seperti ini:

fungsi penjumlahan(angka_pertama, angka_kedua) {
return angka_pertama + angka_kedua;
}

Sedikit penjelasan untuk yang belum pernah terjun ke dunia pemrograman, angka_pertama dan angka_kedua adalah dua variabel yang dilempar ke dalam fungsi penjumlahan yang kemudian akan diproses dalam fungsi penjumlahan.

Masalahnya di sini bukan bagaimana orang yang belum tahu penjumlahan bisa menemukan operator penjumlahan (+). Tapi bagaimana seseorang bisa memprogram sendiri bagaimana dia akan menyikapi permasalahan (Hmm… Inikah yang orang-orang maksud dengan intelegensi?).

Sekarang kembalikan pada kehidupan nyata. Saat menerima informasi, ada dua model manusia. Yang pertama, dia akan mengumpulkan informasi-informasi lain yang layak untuk dijadikan variabel sebanyak mungkin. Yang satu lagi, dia akan merasa cukup dengan informasi yang baru dia dengar dan merasa cukup mengambil variabel dari informasi tersebut.

Dalam merumuskan fungsi, bisa terjadi kesalahan. Yang pertama, asal masukin variabel. Semua variabel yang dia terima –entah setelah proses pencarian variabel tambahan atau dia mencukupkan diri dengan variabel yang ada– ditumpahkan dalam fungsi. Yang model gini rentan pada kesalahan gara-gara ada variabel yang enggak nyambung, atau enggak layak dilempar dalam fungsi karena variabel tersebut tidak valid atau tapi dilempar juga ke dalam fungsi. Yang kedua, kurang variabel. Bayangkan saja penjumlahan hanya ada satu variabel. Yang ketiga, kesalahan dalam memproses variabel-variabel tersebut.

Setiap individu memiliki cara berpikir dan alur berpikir sendiri. Oleh karena itu dalam perumusan fungsi-fungsi tersebut setiap individu melakukan pendekatan yang berbeda-beda dan proses yang ada dalam fungsi bisa saja berbeda-beda walaupun hasil akhirnya bisa sama. Dan perbedaan dalam melakukan pendekatan itulah yang menyebabkan kesalahan ketiga atau kesalahan dalam memilah variabel yang cocok untuk dimasukkan dalam fungsi yang menyebabkan kesalahan pertama.

Katanya, untuk mengurangi kesalahan-kesalahan yang ada, kita diharuskan untuk menjadi seseorang yang open-minded (tanpa harus mengosongkan seluruh isi gelas tentunya. Karena kita juga tidak mau ada informasi-informasi “kotor” yang masuk ke gelas akibat mengosongkan gelas). Kemudian mendiskusikan fungsi yang ada dengan orang lain. Siapa tahu dia mempunyai variabel layak yang belum kita ketahui dan lempar dalam fungsi. Atau dia melakukan pendekatan yang lebih efektif dan efisien dari pendekatan yang kita lakukan. Atau setidaknya kita memahami bagaimana orang lain melakukan pendekatan. Siapa tahu model pendekatan dia akan berguna dalam kasus lain, atau kita bisa memandang satu masalah dari berbagai pendekatan.

Yak, satu lagi postingan ga jelas karena kebanyakan menerima stimulus hari ini.